Monday, 8 January 2018

Fitnah ? Sunatullah Bagi Kalian Orang Beriman.



TELAH menjadi satu ketetapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang pasti, bahkan tidak akan berubah hingga hari kiamat, bahwa kehidupan manusia sangat mustahil tanpa fitnah, cobaan, dan musibah. Bahkan penciptaan langit dan bumi, kehidupan dan kematian, serta apa yang menghiasi keduanya; semuanya dalam rangka melakukan pengujian dan penyaringan terhadap seluruh hamba. Untuk menentukan, siapa di antara mereka yang menginginkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan siapa yang lebih memilih dunia dan keindahan semunya.



Allah menyatakan dalam Al-Qur’an:
Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah ‘Arsy-Nya di atas air, agar dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan jika kamu berkata (kepada penduduk Mekkah): ‘Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati’, niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata: ‘Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata’.” (QS. Hud: 7).

Dan dalam ayat yang lain, Allah berfirman:
Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.” (QS. Al-Kahfi: 7).

Ya, keimanan memang bukanlah sekadar sebuah kata yang mudah diucapkan. Ia adalah sesuatu yang memiliki beraneka ragam konsekuensi. Ia adalah amanah yang memiliki beban, jihad yang membutuhkan kesabaran, dan kesungguhan yang berhajat kepada keteguhan hati. Sehingga tidaklah cukup sekadar menyatakan: Kami telah beriman.

Manusia tidak akan pernah dibiarkan dengan pengakuan seperti itu, hingga mereka dihadapkan pada berbagai fitnah, di mana keteguhan mereka diuji, lalu akhirnya mereka keluar dalam keadaan murni dan bersih. Fitnah terhadap keimanan adalah perkara yang akan tetap ada, sebab ia telah menjadi ketetapan di sisi Allah Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Bijaksana.

Dan prinsip ini telah dijelaskan dalam banyak ayat Al-Qur’an. Allah berfirman:
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: ‘Bilakah datangnya pertolongan Allah?’ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al-Baqarah: 214).
Allah juga menegaskan dalam ayat lain:
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.” (QS. Ali-Imran: 142).

Itulah sebabnya, dalam As-Sunnah dijelaskan bahwa orang-orang beriman itu diuji sesuai dengan kadar keimanan mereka. Suatu ketika Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam ditanya: “Wahai Rasulullah! Siapakah gerangan manusia yang paling berat cobaannya?” Lalu beliau menjawab: “Para Nabi. Lalu kemudian yang paling menyerupai (mereka). Seorang hamba itu diuji sesuai dengan agamanya. Jika agamanya kuat, maka semakin beratlah cobaannya. Namun bila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan (kadar) agamanya.” (HR. Ibn Majah dan Al-Hakim, dishahihkan oleh Al-Albany).

Dalam hadits lain, Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam memberikan pelajaran betapa pentingnya bersikap tidak tergesa-gesa dalam bertindak. Suatu ketika saat Rasulullah tengah berbaring di bawah Ka’bah, datanglah sahabat Khabbab ibn Al-Art mengadu: “Wahai Rasulullah! Mengapa engkau tidak memohonkan kemenangan untuk kami? Mengapa engkau tidak mendoakan kami?” Maka beliau menjawab: “Dahulu orang-orang sebelum kalian, seseorang itu dibawa lalu digalinya lubang buatnya, lalu ia ditanam di dalamnya. Kemudian didatangkan sebuah gergaji lalu kepalanya dibelah hingga menjadi dua bagian, dan kepalanya disisir dengan sisir dari besi hingga daging dan tulangnya nampak, namun hal itu tidak membuatnya bergeser dari agamanya.”

Sesungguhnya keimanan adalah amanah Allah di atas muka bumi ini. Ia tidak diemban kecuali oleh orang yang memang pantas untuk mengembannya, yang memang mempunyai kemampuan untuk memikulnya, dan hati mereka dipenuhi dengan kesungguhan dan keikhlasan. Bukan untuk orang yang lebih memilih kesenangan, keselamatan, kenikmatan, dan keamanan. Dan untuk memilih siapa yang berhak untuk mengemban amanah itu, Allah Subhanahu Wa Ta’ala menetapkan fitnah sebagai sebuah sunnatullah bagi hamba-hamba-Nya yang beriman.*/Sudirman STAIL (sumber buku: Saat Fitnah Menghadang, penulis: Abul Miqdad Al-Madany)

No comments:

Post a Comment

Disqus Shortname

sigma2

Comments system

[blogger][disqus][facebook]