BETAPA kejujuran
dianggap sebagai harta tak ternilai dalam pergaulan di dunia ini. Sejak kecil,
Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi
Wasallam pergi
berdagang dengan pamannya ke negeri-negeri tetangga. Beliau membawa modal dari beberapa pengusaha
kaya, kemudian kembali ke kampungnya dengan membawa keuntungan dari hasil
berdagang. Karena sangat jujurnya beliau, sampai-sampai beliau dijuluki
“al-Amin” oleh masyarakat sekitarnya, yang berarti “dapat dipercaya”.
Betapa kita akan menjadi sangat kecewa
dan sakit hati apabila kita dibohongi oleh sahabat kita, atau oleh orang lain
yang kita kenal. Karena begitu mahalnya nilai sebuah kejujuran maka siapa yang
menodai kejujuran itu dengan kebohongan, haruslah ia berjuang kembali dari awal untuk memperoleh
kepercayaan penuh lagi dari teman-teman yang dulu pernah memercayainya. Sekali
kita berbohong, selamanya orang tidak akan percaya lagi kepada kita. Kira-kira
begitulah ungkapan yang menggambarkan betapa berartinya sebuah kejujuran.
Dalam sebuah riwayat
dikatakan bahwa tidak ada akhlak yang paling dibenci Rasulullah lebih dari
bohong. Apabila beliau melihat seseorang bohong dari segi apa pun, orang itu
tidak keluar dari perasaan hati Rasulullah sampai beliau tahu bahwa orang itu telah bertobat.
“Sesungguhnya orang yang
paling kubenci dan yang paling jauh dariku pada hari kiamat adalah orang-orang
yang banyak omong kosong, bermulut besar lagi berlagak tahu.” (HR Tirmidzi).
Rasulullah pernah bersabda, “Ada tiga
hal yang barangsiapa memiliki semuanya maka dia munafik sejati. Dan barangsiapa
memiliki salah satu di antaranya, berarti dia mempunyai satu jenis sifat
munafik hingga dia meninggalkannya. Yaitu bila diamanahi dia khianat, bila berkata dia dusta, dan bila
berjanji dia mengingkari.”
Maka, lidah yang tidak
terjaga dengan baik, menebarkan dusta, dan menyebabkan khianat, itulah orang
yang munafik. Maka, berhati-hatilah kita dalam memikul amanah.
Seorang karyawan
mendapatkan promosi ke jenjang manajer, itu adalah amanah. Jangan sampai amanah tersebut
dikhianati dengan cara mengorupsi waktu kerja dengan membaca koran, bermain
game di komputer, atau pun menindas bawahan. Itu contoh orang yang tidak
amanah. Dia tidak dapat menanggung amanah yang diberikan kepadanya dan menganggap remeh amanah
yang diusungnya.
Demikian juga apabila kita
dititipi sesuatu oleh teman kita untuk diberikan kepada teman kita yang lain,
jangan sampai barang yang diamanahi itu kita sia-siakan, terlebih tidak kita
berikan kepada yang
berhak menerimanya. Ada seseorang yang diberikan amanah oleh temannya, “Wahai
sahabatku, berikanlah pakaian ini kepada Fulan. Dan katakanlah bahwa pakaian
ini adalah pemberian dari diriku melalui dirimu.” Kemudian orang tersebut
melihat bahwa pakaian
itu indah, maka diambilnya beberapa potong pakaian itu, baru selebihnya
diberikan kepada Fulan. Ini adalah contoh orang yang tidak amanah. Dia
berkhianat, padahal sejak awal ia sudah menyanggupi amanah tersebut.
Rasulullah bersabda,
“Seberat-berat agama
adalah memelihara amanah. Sesungguhnya tidak ada agama bagi orang yang tidak
memelihara amanah, bahkan tidak diterima shalat dan zakatnya.” (HR al-Bazzar).
Begitu pula dengan
perkataan kita. Ibn Arabi berkata, “Barang siapa lisannya diam, tapi hatinya tidak maka dosanya
akan ringan. Barangsiapa lisannya diam dan juga hatinya diam maka yang rahasia
akan menjadi jelas baginya, dan Allah akan menjadi jelas pula baginya.
Barangsiapa hatinya diam, tetapi lisannya tidak maka dia akan berkata dengan
kata hikmah.
Barangsiapa yang lisan dan hatinya tidak diam maka itu adalah kekuasaan setan
dan ia tunduk kepadanya.”
Pada satu kesempatan
Rasulullah memberikan nasihat kepada Abu Dzar, “Jika kau ditanya sesuatu yang
tidak kau ketahui, jawablah, ‘Saya tidak mengetahui, supaya selamat dari tanggung jawabnya, dan
jangan memberi jawaban terhadap apa yang tidak kau ketahui, supaya selamat dari
siksa Allah pada hari kiamat.”
Rasulullah pun memberi
wasiat kepada Ali bin Abi Thalib mengenai kejujuran, “Seorang alim memiliki tiga ciri, yaitu
perkataan yang jujur, sikap menjauhi barang yang haram, dan tawadhu. Orang yang
jujur juga memiliki tiga ciri, yaitu menyembunyikan ibadah, menyembunyikan
sedekah, dan menyembunyikan musibah.”
Maka, betapa pentingnya
kejujuran dalam hidup
ini sehingga Rasulullah bersabda, “Perhatikanlah kejujuran. Apabila kamu
memandang bahwa kebinasaan berada di dalam kejujuran, sebenarnya di dalamnyalah
keselamatan.”
Oleh karena itu, janganlah
kita takut tidak punya rezeki, tapi takutlah apabila kita tidak punya jujur dalam
cara mendapatkan rezeki karena bukankah Allah Yang Mahakuasa tidak pernah lalai
dalam mengatur rezeki setiap makhluk-Nya, seperti yang difirmankan, “Tidak diciptakan makhluk, melainkan juga dengan
rezekinya.”
Janganlah pula kita takut tidak punya jabatan,
tapi takutlah apabila kita tidak jujur dalam memperoleh jabatan. Janganlah kita
takut tidak punya popularitas, tapi takutlah apabila saat popularitas
menghinggapi kita malah membohongi diri kita sendiri dengan membanggakan diri secara berlebih-lebihan
seolah-olah kita sukses semata-mata karena kepandaian diri kita sendiri,
padahal bukankah popularitas itu hanyalah titipan dari Allah semata.
Tiada orang yang tersiksa
dalam hidup ini, kecuali orang yang tidak jujur pada diri sendiri.
Hal yang berikutnya adalah
janji. Setiap janji haruslah ditepati, karena sifatnya sama dengan utang.
Barangsiapa yang berutang maka akan terus ditagih pembayarannya sampai yang
memberi utang itu menghapus utang-utangnya. Begitu pula dengan janji, akan terus ditagih pelaksanaannya
sampai yang diberi janji itu melupakan janji tersebut.
Demikianlah sahabatku,
betapa kebohongan kecil yang dilakukan hanya akan menghasilkan kebohongan demi
kebohongan. Karena kebohongan yang telah dilakukan tidak dapat ditutupi dengan kejujuran, kecuali
dengan mengaku bahwa dirinya telah berbohong.
Betapa menderitanya orang
yang hidup dengan kebohongan. Pikirannya akan lelah karena harus terus mencari
kebohongan-kebohongan berikut untuk menutupi kebohongan-kebohongan yang telah
dilakukan sebelumnya.
Maka, jadilah orang yang jujur, walaupun kita memiliki kesalahan. Sesungguhnya
jujur itu adalah tanda bahwa kita bertanggung jawab dan jujur itu ternyata
lebih disukai Allah dan sesama kita.*/H.M Komarudin Chalil, dari bukunya Beranda Bahagia-Menghimpun Energi Kata dan Cinta.
No comments:
Post a Comment