PELAJARAN TENTANG MANHAJ SALAF
Oleh
Asy Syaikh Abdullah bin Shalih Al-Ubailan
Asy Syaikh Abdullah bin Shalih Al-Ubailan
Bagian Terakhir dari Dua Tulisan 2/2
POKOK-POKOK
MANHAJ SALAF
Dalam Masalah Aqidah/Keyakinan
[1]. Dalam
masalah pengambilan I’tiqad (keyakinan) mereka membatasi pengambilan hanya dari Kitabullah (Al Qur’an)
dan Sunnah hadits) Rasulullah.
[2]. Mereka
berhujjah dalam maslah aqidah dengan hadits-hadits shahih, dan mereka tidak
membedakan antara hadits Mutawatir (periwayat haditsnya banyak), dengan hadits
ahad (periwayat haditsnya hanya satu). Dan hadits-hadits yang terdapat dalam kitab-kitab mereka, dimana
hadits-hadits tersebut terdapat pembicaraan tentang kesahihannya, tidaklah
mereka cantumkan (dalam kitab-kitab mereka) untuk menetapkan pokok-pokok atau
dasar-dasar, akan tetapi hanyalah untuk memperlihatkannya sebagaimana mereka tulis hadits-hadits itu
dengan sanad-sanadnya.
[3]. Mereka
(yang berpegang pada metode salaf) memahami nash-nash (teks-teks ayat dan
hadits) berdasar dengan perkataan Salafush Shalih, tafsir-tafsir (keterangan-keterangan) Salafush
shlaih, dan nukilan-nukilan mereka.
[4]. Menyerah
dan tunduk terhadap wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala (Al Qur’an) dan memberikan
pada akal pikiran fungsinya yang hakiki, dan tidak mendalami perkara yang
ghaib, yang mana akal tidak sampai padanya.
[5]. Tidak
memperndalam dalam ilmu kalam dan falsafah serta menolak penakwilan secara ilmu
kalam.
[6].
Mengumpulkan di antara nash-nash pada satu masalah.
BEBERAPA
KEISTIMEWAAN AQIDAH SALAF YANG DENGANNYA IA TAMPIL BEDA DARI FIRQAH (KELOMPOK)
LAINNYA.
[1]. Aqidah Salaf diambil dari “mata air yang jernih” yaitu Al Qur’an dan Al Hadits jauh dari kotoran hawa nafsu dan subhat-subhat (kesamaran-kesamaran) dan tidak ada ta’wil-ta’wil yang dikutip dari luar.
[2]. Aqidah
Salaf akan meninggalkan dalam jiwa rasa tenang dan tentram, dan menjauhkan
seorang muslim dari keragu-raguan serta dugaan-dugaan.
[3]. Aqidah
Salaf menjadikan kedudukan seorang muslim, sebagaimana kedudukan seorang yang mengagungkan Al Qur’an dan
sunnah. Karena ia mengetahui bahwa segala apa yang terdapat dalam Al Qur’an dan
hadits (yang shahih) adalah haq yang benar dan pada yang demikian itu terdapat
keselamatan yang besar, dan keistimewaan yang besar.
[4]. Aqidah
Salaf akan membentuk suatu sifat yang telah diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala,
yaitu sifat yang disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya : Maka demi
Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara
yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati
mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya” [An-Nisa : 65]
[5]. Aqidah
Salaf akan menghubungkan dan mengikat seorang muslim dengan Salafush Shalih.
[6]. Aqidah
Salaf akan menyatukan barisan-barisan kaum muslimin dan menyatukan kalimat
mereka, karena aqidah Salaf melaksankan firman Allah.
“Artinya : Dan berpeganglah
kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai” [Ali Imran : 103]
[7]. Dalam
aqidah Salaf terdapat keselamatan bagi orang yang berpegang padanya, serta
memasukkannya dalam golongan orang yang mendapat kabar gembira dari Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kemenangan di dunia, serta keselamatan di akhirat.
[8]. Bahwa
berpegang teguh dengan aqidah Salaf adalah salah satu sebab yang terbesar untuk
kokoh dalam agama.
[9]. Aqidah
Salaf sangat memberi pengaruh yang besar pada perangai dan akhlaq orang yang
berpegang teguh padanya.
Kemudian aqidah Salaf juga merupakan sebab yang terbesar untuk istiqomah pada
agama Allah Subahanhu wa Ta’ala.
[10]. Aqidah
Salaf adalah sebab yang terbesar dalam mendekatkan diri pada Allah Subhanahu wa
Ta’ala, dan mendapatkan keriadhaanNya kemudian apa telah kita bicarakan ini menggiring kita kepada
pembicaraan yang mempunyai hubungan erat dengan pembahasan diatas ; yaitu :
KEKHUSUSAN
MANHAJ SALAF
[1]. Kekokohan Salafush Shalih di atas kebenaran dan tidak adanya sikap berpindah-pindah (berbalik) sebagaimana sikap ini adalah adat kebiasaan Ahlul hawa (para pengikut hawa nafsu). Hudzaifah Radhiyallahu ‘anhu berkata kepada Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu:
“Sesungguhnya
kesesatan yang benar-benar sesat adalah engkau mengetahui (menganggap baik)apa
yang tadinya engkau
ingkari, dan engkau mengingakri apa yang tadinya engkau ketahui, hati-hatilah
engkau dari sikap yang berganti dalam agama, karena sesungguhnya agama Allah
Subhanahu wa Ta’ala adalah satu”.
Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah berkata : “Secara global (dapat dikatakan) kekokohan dan kemantapan pada ahli
hadits dan sunnah. Berlipat ganda dari apa yang terdapat pada ahli kalam dan
falasifah”.
Yang demikian
itu sebagai bukti bahwa apa yang menjadi pijakan mereka adalah kebenaran dan
petunjuk.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata
: “Sesungguhnya apa yang terdapat pada kaum awam muslimin dan kalangan Ahlus
Sunnah Waljama’ah berupa pengetahuan, keyakinan dan ketenangan, tetapnya dalam
kebenaran, perkataan yang kokoh dan pasti, adalah perkara yang tidak dapat di ingkari kecuali oleh
orang yang Allah Subhanahu wa Ta’ala lenyapkan akal dan agamanya”.
[2]. Sepakatnya
Salafush Shalih dalam masalah aqidah dan tidak adanya
perselisihan di antara mereka (dalam masalah aqidah) meskipun zaman dan tempat mereka berbeda. Imam Al Asbahani menggambakan sifat ini dengan perkataannya :
perselisihan di antara mereka (dalam masalah aqidah) meskipun zaman dan tempat mereka berbeda. Imam Al Asbahani menggambakan sifat ini dengan perkataannya :
“Dan sebagian
dalil yang menunjukkan bahwasanya ahli hadits berada di atas al-haq adalah,
jika engkau menelaah seluruh kitab-kitab mereka yang ditulis sejak generasi
awal hingga generasi akhir, dengan perbedaan negara dan zaman mereka, serta jauhnya jarak tempat
tinggal antar mereka, masing-masing mereka tinggal pada benya yang berlainan,
kamu akan dapati mereka dalam menjelaskan masalah I’tiqad (keyakinan) mereka
berada dalam satu cara dan satu jalan. Mereka berjalan diatas satu jalan dengan tidak menyimpang dan
berbelok, perkataan mereka tentang I’tiqad adalah satu, dan keluar dari lisan
yang satu. Serta nukilan mereka satu, kalian tidak akan jumpai perbedaan
diantara mereka meskipun sedikit. Bahkan jika engkau kumpulkan semua yang pernah terlintas di atas
lisan-lisan mereka (yang mereka nukil dari salaf) engkau akan jumpai
seakan-akan datang dari hati yang satu dan dari lisan yang satu pula. Maka
adakah dalial yang lebih jelas dari yang menunjukkan akan kebenaran (mereka) ?”
[3]. Keyakinan
ahli hadits bahwa jalan Salafush Shalih adalah lebih selamat, lebih mengetahui,
lebih bijaksana, tidak sebagaimana perkataan yang dida’wahkan ahli kalam, bahwa
jalan jalan Salafush Shalih lebih selamat sedangkan jalan khalaf (mereka yang hidup setelah
salafus shalih) lebih mengetahui dan lebih bijaksana.
Syaikhul Islam
berkata dalam bantahannya terhadap perkara yang dibuat-buat ini : “Sungguh
mereka telah berdusta atas jalan Salafush Shalih, dan mereka sesat dalam membenarkan jalan
khalaf (mereka yang hidup setelah Salafus Shalih), maka mereka mengumpulkan
antara kebodohan terhadap jalan Salafush Shalih dalam berdusta atas mereka
dengan kebodohan serta kesesatan dalam membenarkan jalan khalaf”.
[4]. Bahwa
Salafush Shalih
adalah manusia yang paling tahu pada keadaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, perbuatan dan perkataan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, oleh
karena itu mereka adalah manusia yang paling cinta terhadap sunnah Nabi dan
manusia yang paling bersemangat
untuk mengikuti sunnah Nabi, dan manusia yang paling banyak loyalitasnya
(pertolongan dan mengikuti) terhadapAhlus Sunnah.
Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah berkata : “Jika Rasulullah adalah makhluq yang paling sempurna
dengan yang paling mengetahui hakikat-hakikat, dan yang paling lurus perkataannya dan keadaannya,
maka sudah pasti manusia yang lebih mengetahui terhadap Rasulullah adalah
makhluq yang lebih mengetahui tentang itu semua, dan adalah manusia yang paling
banyak kesusaian dengan Rasulullah dan paling banyak menyontoh beliau adalah makhluq yang paling utama”.
Yang demikian
itu akan jelas, bahwa para Shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
manusia yang paling berhak dan yang paling pantas untuk menjadi Tha’ifah Al
Mansyurah (kelompok
yang mendapat pertolongan) dan Firqatun Najiyah (kelompok yang mendapat
keselamatan).
Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah berkata : “Dengan ini akan jelas, bahwa manusia yang paling
pantas menjadi Firqah Najiyah (golongan yang selamat) adalah ahli Hadits dan Sunnah, yang mana tidak
ada pada mereka manusia yang mereka ta’ashub (fanatik) padanya kecuali
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan ahli hadits adalah manusia yang
paling mengetahui terhadap perkataan dan keadaan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, dan manusia yang paling
mampu membedakan antara hadits yang shahih dan hadits yang tidak shahih”.
Dan Imam-Imam
ahli hadits adalah orang-orang yang faqih (mengerti) tentang hadits dan ahli
dalam mengetahui makna-makna hadits (mereka) membenarkan, mengamalkan dan cinta (terhadap
hadits-hadits itu) dan bersikap loyal (memberikan pertolongan dan mengikuti)
terhadap orang yang loyal kepada hadits, dan mereka memusuhi terhadap
orang-orang yang memusuhi hadits-hadits.
[5]. Dan yang
paling istimewa dari keistimewaan Tha’ifah Al Mansyurah (kelompok yang selamat) adalah semangat
mereka dalam menyebarkan aqidah shahihah dan agama yang lurus ini, di mana
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus para Rasul-Nya membawa agama Islam ini, dan
keistimewaan yang lain adalah mengajar dan menunjuki manusia, serta menasihati mereka, disamping itu juga
membantah orang-orang yang menyelisihi, serta membantah yang ahli bid’ah.
[6]. Para
Salafush Shalih berada pada sikap ditengah-tengah diantara firaq
(kelompok-kelompok, Syaikhul Islam Ibnu Tiamiyyah berkata : “Posisi ahli sunnah dalam
agama Islam seperti keadaan ahli Islam di antara agama-agama lain”.
Kemudian beliau
menjelaskan di tempat lainnya tentang sikap (posisi) ahli sunnah yang berada di
tengah-tengah, beliau berkata :
[a]. Mereka berada di tengah-tengah dalam masalah
sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu antara Ta’til (mereka yang menolak
adanya sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala) dan ahli Tamsil (mereka yang
menyerupakan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala), dengan sifat makhlukNya.
[b]. Dalam masalah keyakinan terhadap ancaman dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, mereka berada di tengah antara kelompok Murji’ah dan kelokpok Qadariyyah dan selain mereka.
[c]. Dalam masalah yang membahas iman dan agama berada di tengah antara kelompok Khawarij serta Murji’ah dan Jahmiyyah.
[d]. Dalam masalah Shahabat-Shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di tengah antara kelompok Syi’ah Rafidhah dan kelompok Khawarij.
[7].
Keistimewaan dari manhaj Salaf (yang lain) adalah sikap para Salafush Shalih yang berpegang teguh pada
nama-nama dan istilah-istilah yang berdasarkan syari’at.
[8].
Keistimewaan yang lain, para Salafush Shalih sangat bersemangat untuk
berjama’ah serta bersatu, dan mereka menda’wahkan untuk itu, serta menganjurkan manusia padanya, dan
membuang sikap perselisihan dan perpecahan, lalu memperingatkan manusia
darinya, hal ini bisa dilihat dari nama mereka yang masyhur adalah “Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah” (orang yang mngikuti Sunnah dan berjama’ah/bersatu) dan hal
ini sebagaimana
terdapat dalam pokok-pokok ilmu (ajaran mereka), demikian juga hal terwujud
dalam kehidupan mereka dengan bukti nyata, diwujudkan dalam kehidupan mereka
dengan bukti nyata, diwujudkan dan dan diamalkan.
Selesai dengan
memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala dan memohon pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan
shalawat serta salam (kita sampaikan) kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam.
[Disalin dari
Majalah Adz-Dzakhiirrah Al-Islamiyah, edisi Th I/No : 05/1424/2003, Diterbitkan Ma’had Ali Al-Irsyad
Jl. Sultan Iskandar Muda 45 Surabaya, Terjemahan dari Majalah Al-Ashalah edisi
23 hal 33]
No comments:
Post a Comment