Bahteri Dakwah
Salafi di Indonesia
الحمد لله، والصلاة والسلام
على أشرف الأنبياء نبينا محمد وعلى آله وأصحابه ومن سار على نهجه إلى يوم الدين.
أما بعد:
Anda pasti mengetahui, minimal
pernah mendengar bahwa berbagai kegiatan yang bersifat keagamaan berlangsung
disekitar anda. Sebagaimana halnya, andapun menyaksikan atau membaca berbagai
tanggapan dan sikap masyarakat telah ditujukan terhadap berbagai kegiatan dan paham keagamaan itu.
Diantara kegiatan-kegiatan agama itu ada yang dihujat dan tidak sedikit pula
yang disanjung lalu ditiru.
Dari sekian banyak kegiatan
keagamaan yang paling banyak disorot, lalu dihujat atau disanjung adalah paham
yang disebut dengan paham
salaf atau yang sering disebut dengan kaum salafy. Banyak dari tokoh masyarakat yang dengan penuh rasa murka, menghujat
paham dan berbagai kegiatan yang berbau salafy. Berbagai tuduhan dan cibiran
sering kita dengar, dimulai dari tuduhan: kolot, picik, terbelakang, keras, kaku, tidak santun, hingga
tuduhan sebagai paham baru nan sesat.
Walau demikian, tidak
sedikit pula yang merasa kagum, terpesona dan bahkan menambatkan banyak harapan
positif padanya. Sebagian mereka bahkan menganggapnya, sebagai paham yang benar-benar mewakili
agama Islam yang benar, sehingga hanya dengan mengamalkan paham inilah, masa
depan umat Islam yang cemerlang dapat diwujudkan.
Kaum salafy yang -sekarang
ini dengan mudah kita temui di mana-mana- terutama dikalangan para pelajar dan kaum muda, mengklaim
dirinya sebagai pewaris paham keagamaan kaum salaf, alias generasai para
sahabat dan ulama’ terdahulu. Kaum salafy senantiasa berjuang untuk membumikan
kembali segala warisan agama generasi idola mereka, baik yang berkaitan dengan idiologi, akhlaq,
mu’amalah, ilmu ataupun lainnya.
Melalui tulisan singkat
ini, saya ingin mengajak pembaca untuk bersama-sama mengenal lebih dekat
apa dan bagaimana paham salaf atau kaum salafy yang sebenarnya.
Dahulu, nenek moyang kita
berkata: Tak kenal maka tak sayang.
Sebenarnya, saya merasa
malu dan merasa tidak pantas untuk menulis tulisan ini, sebab sepenuhnya saya
menyadari bahwa saya tidak layak untuk mengenalkan kaum salafy kepada pembaca.
Yang demikian itu, dikarenakan saya merasa bahwa diri saya sangatlah jauh dari teladan yang telah mereka
torehkan dalam setiap lembaran sejarah Islam. Akan tetapi, hadits berikut telah
menginspirasi saya untuk memberanikan diri menuliskan tulisan ini :
عن أَنَسٍ رضي الله عنه
أَنَّ رَجُلا سَأَلَ النبي r عن السَّاعَةِ، فقال مَتَى السَّاعَةُ؟ قال: وَمَاذَا أَعْدَدْتَ
لها؟ قال: لا شَيْءَ إلاَّ أَنِّي أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ r. فقال: (أنت مع
من أَحْبَبْتَ). قال أَنَسٌ: فما فَرِحْنَا بِشَيْءٍ فَرَحَنَا بِقَوْلِ النبي r:
(أنت مع من أَحْبَبْتَ). قال أَنَسٌ: فَأَنَا أُحِبُّ النبي r وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ،
وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّي إِيَّاهُمْ، وَإِنْ لم أَعْمَلْ
بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ. رواه البخاري.
Sahabat Anas radliaallahu
‘anhu mengisahkan bahwa: pada suatu hari ada seorang lelaki yang bertanya kepada Nabi shallallahu’alaihi
wa sallam tentang hari qiyamat. Kapankah qiyamat tiba? Nabi menjawab:
Memangnya apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya? Lelaki itu
menjawab: Tidak ada telah aku persiapkan, akan tetapi aku mencintai Allah dan
Rasul-Nya
shallallahu’alaihi wa sallam. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam kembali
menimpali jawabannya tersebut dengan bersabda: “Engkau akan senantiasa
bersama-sama dengan orang yang engkau cintai.” Anas berkata: Kami tidak
pernah merasa senang dengan suatu hal seperti kesenangan kami dengan sabda Nabi : “Engkau
akan senantiasa bersama-sama dengan orang yang engkau cintai.”
Selanjutnya Anas berkata: Aku mencintai Nabi shallallahu’alaihi wa
sallam, Abu Bakar, dan Umar, dan aku berharap semoga aku senantiasa bersama-sama dengan mereka
berkat kecintaanku kepada mereka, walaupun aku tak kuasa untuk beramal seperti
amalan mereka. Riwayat Bukhari.
Saudaraku! Sepenuhnya saya
menyadari bahwa saya tak kuasa untuk beramal seperti amalan para ulama’ salaf,
akan tetapi saya
senantiasa memohon kepada Allah agar saya dibangkitkan bersama berkat kecintaan
saya kepada mereka. Sebagaimana saya juga senantiasa berdoa kepada Allah Ta’ala
agar dikaruniai keistiqamahan dalam memahami dan meneladani ulama’ salaf.
Saudaraku! Bagaimana dengan
anda?
Antara
Salafi dan Ahlus sunnah
wal jama’ah.
Masyarakat kita, tidak
asing lagi dengan sebutan ahlus sunnah
wal jama’ah. Bahkan
berbagai ormas islam yang ada di masyarakat kita, jauh-jauh hari telah
mengklaim dirinya sebagai penganut paham ahlu sunnah wal
jama’ah. Mereka telah
mengklaim bahwa paham ini adalah satu-satunya paham yang sesuai dengan ajaran
Rasulullah shallallahu’alaihi wa
sallam, sehingga
benar-benar mewakili agama islam yang murni.
Nah, untuk lebih mengenal
paham yang dinyatakan
sebagai paham yang benar-benar mewakili agama Islam yang murni ini, saya akan
mengajak pembaca untuk bersama-sama merenungkan hadits Nabi shallallahu’alaihi wa sallam berikut:
(لَيَأْتِيَنَّ عَلَى
أُمَّتِى مَا أَتَى عَلَى بَنِى إِسْرَائِيلَ حَذْوَ النَّعْلِ بِالنَّعْلِ، حَتَّى إِنْ كَانَ
مِنْهُمْ مَنْ أَتَى أُمَّهُ عَلاَنِيَةً، لَكَانَ فِى أُمَّتِى مَنْ يَصْنَعُ
ذَلِكَ، وَإِنَّ بَنِى إِسْرَائِيلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ
مِلَّةً، وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِى عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً، كُلُّهُمْ فِى النَّارِ إِلاَّ
مِلَّةً وَاحِدَةً) قَالُوا: وَمَنْ هِىَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: (مَا أَنَا
عَلَيْهِ وَأَصْحَابِى)
“Niscaya umatku akan
ditimpa oleh apa yang telah menimpa Bani Israil, perbandingannya bagaikan
terompah dibanding
dengan terompah (sama persis). Andai kata ada dari mereka orang yang menzinai
ibunya dihadapan khalayak ramai, niscaya akan ada dari umatku orang yang
melakukannya. Dan sesungguhnya Bani Israil telah terpecah-belah menjadi 72
(tujuh puluh dua) golongan, dan umatku akan terpecah menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan.
Seluruh golongan akan masuk neraka, kecuali satu golongan. Para sahabatpun
bertanya: Wahai Rasulullah. siapakah satu golongan itu? Beliau menjawab:
(golongan yang menjalankan) ajaran yang aku dan para sahabatku amalkan”. Riwayat At
Tirmizy dan Al Hakim.
Dengan tegas, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam menjelaskan tentang karakteristik golongan
selamat, yaitu golongan yang berpegang teguh dengan agama Islam. Ajaran yang
diajarkan, didakwahkan dan diamalkan oleh Nabi beserta sahabatnya.
Jawaban Nabi kepada
sahabatnya yang bertanya: siapakah golongan yang selamat dari neraka? Dijawab
oleh beliau dengan menyebutkan kriteria (sifat)nya, bukan dengan menyebutkan
nama orang, atau nama kabilah atau yang serupa.
Lihat Juga Jalan Kebenaran Hanya Satu
Jawaban Nabi shallallahu’alaihi wa sallam ini merupakan isyarat, bahwa yang menjadi
barometer dalam penilaian suatu golongan ialah: dengan melihat karakteristik,
dan perilakunya. Sejauh manakah golongan tersebut menjalankan dan meneladani Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dan para sahabatnya? Bukan dengan tokoh
tertentu dari golongan itu, siapapun orangnya, setinggi apapun keilmuan dan
katakwaannya.
As Syathiby Al Maliky
berkata: “Singkat kata, sahabat-sahabat Beliau senantiasa
meneladaninya dan
menjalankan petunjuknya. Sungguh mereka telah mendapatkan sanjungan dalam Al
Qur’an Al Karim, sebagaimana Nabi Muhammad e yang menjadi suritauladan mereka
juga telah mendapatkan sanjungan. Hal itu dikarenakan perangai beliau e ialah
Al Qur’an,([1]) Allah Ta’ala berfirman:
]وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ
عَظِيمٍ[ القلم 4
“Dan sesungguhnya engkau
benar-benar berbudi pekerti agung”. (QS Al Qalam 4).
Dengan demikian Al Qur’anlah yang sebenarnya menjadi
pedoman, sedangkan As-Sunnah berperan sebagai penjabarannya. Sehingga
orang yang menjalankan As Sunnah, berarti ia telah menjalankan Al Qur’an.
Inilah yang mendasari
‘Aisyah radhiallahu ‘anhu untuk menyatakan bahwa akhlaq dan perangai Nabi shallallahu’alaihi wa sallam adalah Al Qur’an.
Suatu hari, Sa’ad bin
Hisyam bin ‘Amir bertanya kepada ‘Aisyah tentang perangai Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam. Ditanya demikian, ‘Aisyah radhiallahu ‘anha balik bertanya:
أَلَسْتَ تَقْرَأُ
الْقُرْآنَ؟ قلت: بَلَى. قالت: فإن خُلُقَ نَبِيِّ اللَّهِ r كان الْقُرْآنَ. رواه
مسلم
“Bukankah engkau telah
membaca Al Qur’an? Hisyampun berkata: Tentu. Selanjutnya ‘Aisyah berkata:
Sesungguhnya akhlaq Nabi Allah r adalah Al Qur’an.’ Riwayat Muslim.
Demikianlah, dahulu
Rasulullah shallallahu’alaihi wa
sallam menerapkan
dan mendidik para sahabatnya dengan Al Qur’an. Hasilnya para sahabat Nabi shallallahu’alaihi wa sallam benar-benar telah memahami kandungan
ayat-ayat Al Qur’an dan pada tahap penerapannya mereka senantiasa dalam bimbingan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam.
Abu Abdirrahman As Sulamy
mengisahkan:
عن أبي عبد الرحمن، قال:
حدَّثنا الَّذِين كانوا يُقرِئوننا: أنَّهم كَانُوا يَسْتَقَرِئُون من النَّبي r،
فكانوا إذا تعلَّموا
عَشْر آيات لَمْ يخلِّفُوهَا حَتَّى يَعْمَلُوا بِمَا فِيهَا مِنَ الْعَمَلِ،
فَتَعلَّمْنَا القُرْآنَ وَالْعَمَلَ جَمِيْعًا
“Para sahabat yang
mengajari kami Al Qur’an menceritakan bahwa: Dahulu mereka belajar Al Qur’an
langsung dari Nabi r, dan dahulu mereka bila telah mempelajari sepuluh ayat, mereka tidak
berpindah ke ayat-ayat selanjutnya hingga mereka benar-benar telah menguasai
kandungan amal dari kesepuluh ayat tersebut. Denga metode demikian ini, kami
mempelajari Al Qur’an dan belajar beramal secara bersamaan.”([2])
Tidak mengherankan bila
orang yang meneladani mereka, tergolong ke dalam golongan selamat, dan selanjutnya – atas
kemurahan Allah- akan masuk ke surga. Inilah makna sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam:
مَا أَنَا عَلَيهِ
وَأَصْحَابِي
“(golongan yang
menjalankan) ajaran yang aku dan para sahabatku amalkan”.
Inilah ajaran yang diamalkan oleh Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dan para sahabatnya, dan ini pulalah makna
hadits di atas.
Saudaraku, saya kira anda
telah sering mendengar atau membaca bahwa hadits di atas. Akan tetapi perlu
diingat bahwa pada sebagian jalur riwayatnya dinyatakan bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam menafsirkan golongan yang selamat dengan sabdanya:
وَهِيَ الجَمَاعَةُ
“Mereka itu ialah Al
Jama’ah”.([3])
Imam Abu Syamah As Syafi’i
(w. 665 H) berkata: “Acapkali
datang perintah untuk berpegang teguh dengan Al Jama’ah, maka yang dimaksudkan
ialah: berpegang teguh dengan kebenaran dan para pengikutnya, walaupun mereka
berjumlah sedikit, dan yang menyelisihinya berjumlah banyak. Hal ini karena kebenaran ialah ajaran
yang diamalkan oleh Al Jama’ah generasi pertama semenjak Nabi e dan para
sahabatnya radliallahu ‘anhum-. Adapun banyaknya jumlah penganut kebatilan yang
ada setelah mereka tidaklah layak untuk dipertimbangkan”.([4])
Pernyataan beliau ini
selaras dengan apa yang dinyatakan oleh As Syathiby di atas.
Ibnu Abil ‘Izzi Al Hanafi
(w. 792 H) berkata: “Al Jama’ah
ialah jama’ah kaum muslimin, dan mereka itu ialah para sahabat, serta seluruh
orang yang meneladani mereka hingga hari qiyamat”.([5])
Subhanallah! Tiga orang
ulama’ yang saling berjauhan, tidak pernah saling bertemu, dan berbeda mazhab([6]) sepakat dalam
menafsirkan Al Jama’ah. Mereka menafsirkan Al Jamaah dengan para sahabat Nabi
radhiallahu ‘anhum dan seluruh orang yang meneladani mereka, terlepas dari
perbedaan mazhab fiqih atau daerah, atau thoriqat dan guru.
Al Jama’ah ini,
dikemudian hari lebih
dikenal dengan sebutan ahlus sunnah
wal jama’ah, yang artinya
para penganut sunnah Nabi shallallahu’alaihi
wa sallam yang
senantiasa menyeru kepada persatuan. Dikatakan Ahlus Sunnah karena mereka
benar-benar menerapkan As Sunnah dengan pemahaman ketiga, yang mencakup seluruh ajaran agama Islam.
Dan Ahlul Jama’ah, karena mereka senantiasa menjaga persatuan yang dibangun
diatas kebenaran, serta menyeru kepadanya. Mereka juga senantiasa merajut
persatuan umat Islam di atas asas persatuan yang tidak akan pernah pudar atau luntur dan lekang karena
diterpa badai zaman, yaitu Al Qur’an dan As Sunnah dengan pemahaman generasi
unggulan umat Islam, yaitu para sahabat Nabi radhiallahu ‘anhum.
Selaras dengan berjalannya
waktu, Ahlus sunnah wal jama’ah, juga disebut dengan sebutan salafy (salafiyun). Salaf dalam bahasa arab memiliki arti generasi terdahulu. Mereka disebut
dengan sebutan ini, karena mereka senantiasa mengikuti dan meneladani generasi
terdahulu dari umat Islam, yaitu sahabat Nabi r dan para ulama’ yang sejalan dengan mereka
di setiap masa.
Dengan sekelumit pemaparan
di atas, jelaslah bagi kita, bahwa Ahl As Sunnah wa Al Jama’ah ialah Rasulullah
shallallahu’alaihi wa
sallam, para sahabat
dan seluruh orang yang meneladani mereka. Dengan demikian, tidak tepat bila ahlus sunnah wal jama’ah ditafsikan dengan penganut paham imam tertentu
atau mazhab tertentu, atau organisasi tertentu.
Bagaimana tidak, Rasulullah
shallallahu’alaihi wa
sallam sendiri
tatkala dikonfirmasi ulang tentang maksud beliau dari al Jama’ah, beliau menjawab:
مَا أَنَا عَلَيهِ
وَأَصْحَابِي
“(mereka ialah golongan
yang menjalankan) ajaran yang aku dan para sahabatku amalkan”.
No comments:
Post a Comment