KECEMBURUAN
HUD-HUD TERHADAP PENYELEWENGAN TAUHID
Oleh
Syaikh Abdul Mu’min bin Muhammad An-Nu’man
Syaikh Abdul Mu’min bin Muhammad An-Nu’man
Burung Hud Hud |
Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman:
“Dan dia memeriksa
burung-burung lalu berkata : “Mengapa aku tidak melihat Hud-hud apakah dia
termasuk yang tidak hadir. Sungguh aku benar-benar akan mengazabnya dengan azab
yang keras, atau benar-benar menyembelihnya kecuali jika benar-benar dia datang
kepadaku dengan yang
terang”. Maka tidak lama kemudian (datanglah Hud-hud), lalu ia berkata : “Aku
telah mengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahuinya ; dan kubawa kepadamu
dari negeri Saba suatu berita penting yang diyakini. Sesungguhnya aku menjumpai
seorang wanita yang
memerintah mereka, dan dia dianugrahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana
yang besar. Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah ;
dan syaithan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka
lalu menghalangi
mereka dari jalan (Allah), sehingga mereka tidak dapat petunjuk. Agar mereka
tidak menyembah Allah Yang mengeluarkan apa yang terpendam di langit dan di
bumi dan Yang mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan.
Allah, tiada Tuhan
(yang berhak disembah) kecuali Dia, Tuhan Yang mempunyai ‘Arsy yang besar”
[An-Naml/27 : 20 – 26]
Tergerak dari
sebuah rasa kecemburuan terhadap penyimpangan akidah dalam hati seekor burung
ketika ia merasa enggan melihat seseorang bersujud dan menyembah kepada selain Allah. Yang mana
hal tersebut dilandasi dengan dasar ilmu bahwa penyembahan yang dilakukan
kepada selain Allah adalah perbuatan sia-sia dan merupakan kebinasaan. Inilah
suatu kebenaran yang nyata dan wajib untuk diketahui oleh semua orang.
(Kemudian
timbul pertanyaan) bagaimana mereka bisa sujud kepada selain Allah, menundukkan
kepala-kepala mereka dan merendahkan (dengan rasa hina) leher-leher mereka
dihadapan mahluk-mahluk Allah ? semestinya kepala-kepala dan leher harus terangkat, tubuh harus
berdiri tegak dihadapan makhluk Allah. Karena seluruh mahluk adalah sama
derajatnya dihadapan Allah dalam permasalahan ubudiyah (penghambaan) meskipun
dalam masalah setatus derajat kehidupan di dunia mereka berada. Maka kening itu tidak boleh ditundukkan
kecuali hanya kepada Allah saja, punggung tidak boleh dimiringkan dan
ditundukan dengan rasa hina kecuali hanya kepada Dzat Yang Maha Pemberi
Kehidupan. Itulah kemuliaan yang telah Allah berikan kepada manusia yang mulia.
Ubudiyah (peribadatan)
bagi manusia adalah sebuah kedudukan yang tinggi dan tidaklah dipilih hak dan
pelaksanaan peribadatan itu kecuali oleh orang-orang yang berilmu.
Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah diberikan penawaran oleh Allah ‘Azza wa
Jalla antara menjadi
seorang Raja (penguasa) dan Rasul (utusan) atau sebagai seorang Hamba dan Rasul
(utusan). Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih sisi ubudiyah
(penghambaan) yaitu sebagai seorang hamba yang di utus, karena beliau
mengetahui hakikat
dari ubudiyah, dan bagaimana mungkin beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
mengetahui hal tersebut sedangkan beliau adalah sebagai orang yang mengajarkan
Al-Hikmah (Al-Qur’an dan Sunnah).
Pada hakikatnya
burung Hud-hud ini adalah salah satu sosok makhluk Allah yang beriman, artinya bahwa ia tidak
mengetahui yang patut disembah kecuali hanya Allah semata. Sebagaimana firman
Allah.
وَإِنْ مِنْ
شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَٰكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ
“Dan tak ada
satupun melainkan bertasbih
dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka”
[Al-Isra/17 : 44]
Dan sebuah
kenyataan bahwa burung Hud-hud ini memiliki ilmu dan mengenal beberapa perkara
yang samar dimana urusan tersebut tidaklah dikenal kecuali oleh kalangan Ahlul ilmi (orang-orang
yang berilmu). Tidaklah Hud-hud ketika melewati pada suatu kaum musyrik dengan
sikap sebagaimana orang-orang yang tidak peduli dengan keberadaan kaum yang
mereka lewat dihadapannya, tidak pula terburu-buru dalam menafsirkan keadaan kaum tersebut, dengan
mengatakan : “Mereka adalah orang-orang bodoh dan dungu”. Akan tetapi Hud-hud
bergerak dan pergi dengan perlahan-lahan kemudian datang melaporkan kejadian
yang baru ia saksikan kepada Nabi Allah Sulaiman ‘Alaihisallam dengan kabar yang yakin (tidak diragukan
kebenarannya).
Ada pendapat
yang mengatakan : Bahwasanya Hud-hud adalah hewan yang telah dipersiapkan
secara khusus dan termasuk salah satu dari golongan pasukan Nabi Sulaiman yang
bertugas khusus dalam hal pengintaian (menjaga serta mengawasi) dan memiliki kedudukan sebagai
mahluk yang berakal dan berilmu.
Bisa jadi
perkataan itu benar. Akan tetapi yang paling penting dalam kasus di atas adalah
sikap marah dan perlawanan yang dimiliki dan diberikan oleh seekor burung
terhadap penyimpangan
tauhid yang terjadi. Sementara di lain pihak kita melihat dan menemukan
sebagian manusia dari kalangan orang-orang Islam yang melewati dan melihat
kejadian sebagaimana yang dialami burung Hud-hud ini tanpa ada rasa marah dan
ingkar dalam diri mereka.
Bahkan terkadang mereka membenarkan sikap orang-orang yang bersalah dan
tersesat dari jalan tauhid.
Allah Allah
(saja yang dimintai pertolongan), seandainya burung Hud-hud ini melewati pada
sebagian negeri-negeri kaum muslimin pada zaman sekarang dan melihat sikap mereka
bergegas untuk mendatangi tempat-tempat yang diagungkan seperti
perkuburan-perkuburan, kubah-kubah (sejenis bangunan untuk menutupi atas
kuburan tertentu). Dan seandainya Hud-hud mendengar teriakan-teriakan mereka
tersebut ….. dari sebagian
kaum muslimin yang menyeru kepada selain Allah !!!
Sungguh suatu
realita pahit yang sangat disayangkan ; lalu kapan kaum muslimin akan sadar dan
memperhatikan hal ini …. Demikian pula para Da’i Islam ??
[Disalin dari
Majalah : Al Ashalah edisi 15-16 hal 49-50, diterjemahkan oleh Majalah Adz-Dzkhiirah Al-Islamiyah Edisi :
Th. I/No. 03/Dzulhijjah 1423/Februari 2003, hal 11-12. Terbitan Ma’had Ali
Al-Irsyad – Surabaya]
No comments:
Post a Comment