Jagalah Hak ALLAH dan Hak Orang Tua
RASULULLAH Shalallaahu ‘Alaihi
Wasallam bersabda,
“Orang yang memutuskan tali silaturahim tidak akan masuk surga.” (HR
al-Bukhari-Muslim).
Bagaimana dia
bisa masuk surga, sedangkan dia sendiri memutus hubungan dengan orangtuanya.
Dalam hadist
lain, Rasulullah bersabda, “Tatkala Allah Subhanahu Wa Ta’ala menciptakan ar-rahim, maka rahim itu tergantung di Arsy dan berkata,
‘Tuhan! Inilah tempat orang yang berlindung kepada-Mu dari pemutusan hubungan
silaturrahmi.’ Maksudnya,
aku adukan pemutusan hubungan di dunia kepada-Mu. Akan tetapi, bersihkanlah aku
dari orang yang memutuskan tali silaturahmi. Allah kemudian menanyakannya,
‘Relakah kamu bila Aku menyambung orang yang menyambungmu, dan memutus orang
yang memutusmu?’ Ia
menjawab, ‘Tentu, Tuhan!’ Kemudian Allah berfirman, Itu adalah untukmu.” (HR
al-Bukhari-Muslim).
Orang yang
memutus hubungan silaturahmi pasti diputuskan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Apakah kamu
mengira jika kamu sudah berkuasa, kamu akan bisa berbuat kerusakan di muka bumi dan
memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dilaknati
Allah. Jika itu yang terjadi, Dia akan membuat pendengaran mereka tuli dan
membutakan penglihatan mereka. (Muhammad: 22-23).
Dalam
al-Qur’an, Allah banyak menyertakan hak orangtua dengan hak-Nya.
Tuhanmu telah
memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan berbuat baiklah
kepada kedua orangtua. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya
sudah mencapai lanjut usia, janganlah kamu berkata, “Ah” kepada mereka dan jangan membentaknya.
Akan tetapi, berkatalah kepada mereka dengan perkataan yang mulia. Selain itu,
rendahkanlah dirimu di hadapan mereka dengan penuh kasih sayang dan berdoalah,
“Tuhan! Sayangilah mereka, sebagaimana mereka telah mendidikku sewaktu kecil. (al-Isra’: 23-24)
Walaupun huruf
“Ah” itu sedikit, tetap saja tidak boleh diucapkan kepada kedua orangtua. Lalu
timbul pertanyaan, bagaimana dengan mereka yang berfoya-foya di istana-istana
(gedung-gedung), villa-villa mewah, tetapi dia juga merendahkan kedua orang tuanya?
Bagaimana dengan orang yang lebih menyayangi istrinya dibandingkan ibu
kandungnya sendiri? Bagaimana dengan orang yang berbicara kasar dan selalu
menentang dalam menjawab?
Itu merupakan
bentuk perbuatan yang senantiasa terulang dalam masyarakat kita. Bahkan, kita juga sering
mendengar dan melihatnya. Semoga para pendurhaka menyadari perbuatan buruknya
melalui ayat dan hadist-hadist yang telah memperingatkan mereka dari tindakan
terkutuk itu, yang tidak patut diterima oleh orangtua yang sudah bersusah payah, menderita, dan
mendidiknya dari kecil hingga dewasa. Semoga mereka dapat mengambil pelajaran
dari kisah orang-orang saleh tentang perilaku mulia mereka dalam berbakti
kepada kedua orangtuanya.
Ibnu Sirin pernah menyuguhkan makanan
untuk ibunya. Dia tidak mau menikmati makanan dan tempat yang sedang dimakan
oleh ibunya karena takut bila tangannya mengambil makanan yang disukai oleh
ibunya. Imam Ahmad juga pernah melayani ibunya di rumah yang hanya ada dia dan
Allah sebagai
penolong. Dia memasak makanan untuk ibunya, menyapu, membersihkan rumah, serta
mengerjakan segala pekerjaan untuk ibunda tercinta.
Durhaka
memiliki bentuk yang banyak. Di antaranya adalah durhaka kepada kedua orangtua
sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya. Kedurhakaan inilah yang paling terkenal.
Namun, ada
perilaku durhaka dalam bentuk lain, yaitu kedurhakaan manusia terhadap Tuhan.
Sebagaimana yang telah kita lihat, dia berpaling dari agama dan dari kepatuhan
kepada Tuhan. Bahkan mereka lebih suka mengikuti perilaku orang-orang kafir yang jauh dan Tuhan dalam
segala hal, dengan anggapan bahwa kemajuan dan kemoderenan berada pada sikap
mengikuti dan meniru perilaku mereka.
Mereka tidak
menyadari bahwa kemajuan dan kemoderenan terletak pada keunggulan kepribadian,
merealisasikan kandungan kitab suci dan sunah Nabi dalam kehidupan.*/DR. ‘Aidh bin ‘Abdullah al-Qarni, dinukil dari
bukunya Membangun Rumah dengan Takwa.
Rep: Admin Hidcom
Editor: Syaiful Irwan
Berita ini juga
dapat dibaca melalui m.hidayatullah.com
No comments:
Post a Comment